Apa yang harus aku lakukan. aku harus keras berfikir.
aku harus mencari obat pereda panas dalam yang disebabkan oleh cinta ini.
Apa yaa? apa?
aku harus segera pergi ke tabib, ya harus.
Aaarrggh menyebalkan, aku bertanya baik baik, tabib botak itu se-enaknya berkata;
"Yee lu olang ngeledek owe, owe kasih tapak naga, iS DEAD lu..!".
haduuuuh dasar botak.
Kemana ya? ayoo berfikir berfikiiiirr.. Ahh, harusnya ke dokter cinta, yaa dokter cinta!.
Ihhh menjijikan, orang minta bantuan, si dokter se-enaknya menawarkan;
"Jangan liat casingnya, biar begini bisa bikin merem melek loh".
Ihhh Najiiiiis, tidak malu apa pada keriputnya sendiri?!, ihhhhh..
Haduuuh harus bagaimana lagi ya, tidak mungkin berdiam diri saat bertemu mereka.
Jam sudah menujukan pukul 5, dan aku harus bergegas ke rumah makan itu.
tapi kalau aku bicara mereka pasti tahu lewat bau mulutku.
Haduuuh hadeeeeh hadoooohh..
sudahlah aku harus bergegas.
Aku:
"Bu, Teh manis hangat satu ya".
Untung mereka belum datang jadi aku tidak perlu berbicara memberi salam,
Tapi aku tidak mungkin tidak berbicara sama sekali pada mereka nanti.
Aku sungguh bingung, toples acar sudah aku aduk aduk, sambal pun tidak lolos dari siksaan sampai tertumpah ditanganku.
Ibu pemilik rumah makan:
"ini mas tehnya".
Aku:
"terimakasih bu".
Ibu pemilik rumah makan:
"kalau tidak dimakan, tolong jangan dibuat mainan ya mas".
Aku:
"Haduh, iya bu maaf maaf".
Haduuuh bagaimana ini, seandainya saja ada obat pereda panas dalam karena cinta ini.
Haduuuh, kenapa aku sampai jatuh cinta lagi sih, bodoh.
"AHAAAAA..Yessssss" aku dapat ide.
pengunjung 1:
"berisiiik".
Pengunjung 2:
"heh, jangan bikin kaget dong kalau saya tersedak, kamu mau belikan minum?!".
Ibu pemilik rumah makan:
"mas, kalau sekali lagi mas buat masalah, anda saya persilahkan keluar".
Aku:
"Aduh maaf maaf, tidak sengaja maaf maaf".
Haduuuh galak sekali si Ibu pemilik rumah makan ini, cuma hal kecil saja aku ingin diusir.
Aku harus melaksanakan ide brilian tadi, selagi mereka belum datang hahaha..
Ini dia photo itu, aku tatap photo itu tanpa mengedipkan mata sedikitpun.
"aduuh, periiih".
tidak boleh menyerah aku harus coba lagi, tidak boleh mengedipkan mata. haduh mereka sudah terlihat datang dari kejauhan.
aku harus berhasil menahan mataku agar tidak berkedip!.
Teman 1:
"woy bro apa kaabaaar looooo", "lo kenapa bro?".
Teman 2:
"Are you okay?", "jangan nangis disini dong, malu men cowo nangis didepan umum".
Teman 1:
"ayolah bro, jangan buat kita di anggap homo", "please
bro".
Teman 2:
"ooh ini penyebabnya, jadi photo ini bikin lo inget lagi ya, udah lah meen, banyak ko cewe yang mau sama lo".
Teman 1:
"iya broo, gue taro lagi didalam dompet lo ya", "udah bro jangan kaya gini dong".
Teman 2:
"iya men tahan men tahan, ayoo dong, ini ngga lo banget meen. gini men, apapun yang terjadi sama lo, kita siap lo peluk dan memberikan pundak buat lo bersandar men".
Teman 1:
"idih, ko kaya homo lo, lo aja gue ogah, ihhh.."
Teman 2:
"lo kaga pengertian bener deh, udah tau temen lagi sedih".
tiba tiba aku juga berfikiran sama, akan sangat memalukan bila orang orang disektar kami berfikir kami homoseksual. akupun membasuh airmata ku dengan kedua tangan ku ini. biarpun hanya pura pura, tapi bisa jadi malapetaka kalau kami dia anggap homoseksual. tapi aku tetap tidak akan berbicara, dan sekarang situasi aman terkendali, biarkan saja mereka berfikir seperti yang terlihat.
Haduuh, apa ini, apa yang terjadi??!!!. haduh ada apa ini? kenapa bisa terjadi???. Tumpahan sambal..
Aku:
"PERIIIIIIHHHH".
Teman 2:
"yaaaah ko lo jadi kejer begini, jangan men jangan ngamuk ngamuk disini", "woy, lo bantuin dong pegangin, ntar kalo dia ngamuk ngamuk dijalan gimana".
Teman 1:
"ah ngerepotin lo, cowo cengeng, setan".
Teman 2:
"udah lo diem jangan bawel, bekep aja yang kenceng jangan kemana mana", "men udah men, gue tau itu perih buat lo udah meen sabar, jangan di inget inget lagi tu cewe".
Aku:
"Pa Pa PANAAAASS".
Teman 1:
"iye, gue juga panas nih ngeliat lo begini, bikin malu aja lo, setaan".
Teman 2:
"lo apa apaan sih temen lagi ancur gini juga", "udah men lupain dia men, lupaiiin kenangan kenangan indah lo, lupaiin semua sakit hati lo, lo harus bangkit lo harus berdiri tegar dan tegak kembali, lo harus cari cewe lain, banyak cewe lain yang lebih baik dari dia, percaya sama gue".
"ah men, jangan nunduk men, liat gue, liat gue, nah gitu lo cowo men, harus kuat".
Aku:
"Pa panaaas".
Teman 2:
"Iya, gue tau hati lo pasti panas, gue ngeliat lo begini juga jadi ikut panas".
Teman 1:
"UURGGHH CENGENG LO, GUE OBRAK ABRIK JUGA NIH MEJA!!".
Ibu pemilik rumah makan:
"aduh mas, maaf jangan mas jangan, saya minta maaf kalau tadi berkata kurang menyenangkan, maaf mas maaf".
Teman 1:
"kaga ada urusannya sama lo bu".
Teman 2:
"oke gini aja, kalo lo ngga bisa cerita sekarang its fine, sekarang lo tenang dan gue anterin lo pulang oke?!".
Aku:
"TOILEEETT?!".
Teman 2:
"oke gue izinin, gue mau lo cuci muka biar ngga malu pas keluar, oke?", "tapi lo janji jangan berbuat nekat, oke".
Aku:
"IYAAA, LEPASIN MONYET".
Sial kenapa aku bisa sial seperti ini, tumpahan sambal kurang ajar.
perih seperti terbakar rasanya mata ini. untung saja toiletnya tidak jauh.
Teman 2:
"gimana men, udah enakan?".
Aku:
"hmm".
Temen 1:
"ye ko lo ngeliatin gue nyolot, biasa doong".
Aku:
"Monyet".
Teman 1:
"ye masih untung ada gue yang badannya gede yang bisa megangin dan jagain lo, besok pasti lo bakal bilang maaf dan terima kasih karena udah ngebekep lo sekuat tenaga, liat aja pasti lo berterima kasih, setan".
Teman 2:
"udaaah jangan ribut, kita balik aja yuk sekarang", "ibu bill-nya tolong ya".
Huuu hampir saja, rencana membuat mereka terkecoh memang berhasil, tapi tidak ku sangka akan sampai kena sial yang separah ini.
Hmm, dan secara tidak sadar, aku harus mengakui saat kulihat photo itu ada setitik air mata yang memang mengalir untuknya, dan panas dalam karena cinta yang baru ini pun mereda secara tiba tiba.
Mungkin aku memang tidak terlalu terjangkit, atau mungkin aku memang masih belum bisa melupakan.
Tapi yang terlihat jelas, saat ini aku tidak benar benar mencintai siapapun, dan aku lega mengetahuinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar