Minggu, 31 Oktober 2010

Hak seorang hamba

Setelah abu menutup sinar mentari mewarnai birunya langit menjadi kelabu, setelah sang bara api mengikis suhu dzat kasat mata sesuai sifatnya, setelah yang hidup menjadi mati, setelah keberadaan menjadi ketiadaan.
Terdapat kenyataan Maha Besar akan keberadaan Dzat sang Penguasa yang Maha Berkehendak.

Ampun Tuhan, Maaf atas segala kecurangan kami akan KebesaranMu.
Ampun Tuhan, Maaf atas segala Kekhilafan kami akan KuasaMu.
Ampun Tuhan, Maaf atas segala keterbatasan Iman ku.

Terima kasih Tuhan, aku masih engkau ingatkan melalui kehendakMu.
Aku memaparkan buku buku jariku menghadap langit, seraya kewajiban dan hak yang menjadi kodratku sebagai hamba;
"Tuhan, tempatkan lah mereka disisi yang terbaik, Ampuni mereka jika engkau memang murka dan berikan segala nikmatMu jika engkau menyayangi mereka".

Tuhan, bila aku menjadi salah satu hambaMu yang seringkali membuatMu murka, seringkali dan selalu membuat Mu marah dan kecewa atas penyalahgunaan fungsi otak hati dan organ organ ku, aku mohon maaf dan ampun wahai Dzat Yang Maha Besar.

Jika Engkau berkehendak untuk mengingatkanku.
Jika Engkau berkehendak untuk menegurku.
Jika Engkau berkehendak untuk menghukum ku.
Jika Engkau berkehendak untuk menjadikan aku contoh.
Aku menerimanya ya Tuhanku.

Jika aku Engkau kehendaki merasakan siksa.
Jika aku Engkau kehendaki merasakan hina.
Jika aku Engkau kehendaki berada di Neraka terdalam.
Aku menerimanya dengan ketulusan cinta dan sembahku atas KebesaranMu.

Tuhan,
Engkau adalah Dzat yang Maha Berkehendak.
Engkau adalah Dzat yang Maha Mengetahui.
Engkau adalah Dzat yang Maha Pengampun.
Engkau adalah Dzat yang Maha Pengasih.
Engkau adalah Dzat yang Maha Penyayang.

Tuhanku,
Aku menerima apapun yang menjadi kehendakMu, Engkau adalah Hakim dalam persidangan ini.
Hamba yang ada dihadapMu ini tidak memiliki satupun pembelaan.
tapi aku memiliki satu hal yang sudah Engkau sah kan sebagai hak seorang hamba di hadapanMu, yaitu; Doa.

Maka aku melakukan apa yang menjadi hak ku sebagai hambaMu dengan kembali mengangkat buku buku jari ku dan menundukan hati yang angkuh dan hina ini, aku berdoa;
"Wahai Tuhan Yang Maha Berkehendak, aku menerima segala apa yang menjadi kehendakMu".
"Wahai Tuhan Yang Maha Mengetahui, Engkau lebih Mengetahui setakut apa aku akan siksaMu akan teguranMu akan hinaanMu akan nerakaMu".
"Wahai Tuhan Yang Maha Pengampun, ampunilah hambaMu ini, maaf kan segala kesalahanku".
"Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, aku meyakini besarnya kasihMu pada setiap hambaMu".
"Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang, disaat Engkau menegurku, disaat engkau menghukumku, disaat itulah aku mengetahui akan besarnya kasih sayang Mu pada setiap hambaMu".
"Wahai Tuhan Yang Maha Berkehendak, aku memohon ingatkanlah aku dengan wujud keindahan, Ingatkanlah aku dengan wujud kebahagian tegurlah aku dengan wujud kebaikan, aku terlalu takut atas kuasa siksa hina dan neraka yang Engkau miliki".
"Wahai Tuhanku, terima kasih atas hak yang telah Engkau berikan kepada setiap makhlukMu, karena hak ini adalah jalan keluar dari segala yang aku risaukan aku khawatirkan aku takutkan dan aku inginkan".
Amin, Amin dan Amin.

Aku tersenyum, aku tenang, aku hidup.

Cinta dua sisi

Terpapar tergambar terlukis dan tertulis banyak cerita, kisah cinta pada dua hati.
Dimana ego rasa dan kata bergulat dan berjatuhan, mayat mayat akan puisi dan romantisme berserakan bagai daun dengan tanda tanya sebagai ruas.

Hampir tak terjamah oleh kiasan dan tulisan, kisah cinta pada dua sisi.
Dimana semua terlihat serupa, bukan hati yang memegang kendali.
dua sisi kepribadian,
dua sisi keyakinan,
dua sisi logika,
dua sisi peran,

Aku tahu dimana aku berada, sedangkan kau, apa kau tahu dimana dirimu berada pada kisah cinta yang tak terjamah oleh puisi dan romantisme ini?
Apa kau tahu bentuk ini?

Tidak perlu memperjelas bahwa ruang ini terkotak oleh banyak pemikiran etika dan budaya, aku tidak buta.
aku selalu melihat kearah bulan dengan alasan alasan yang selalu tertulis dan terucap klise dari para pujangga hingga strata biasa, tapi aku ingin melihat lebih dekat, aku ingin bulan jujur akan dirinya yang sebenarnya dihadapanku, aku ingin bulan jujur akan arti keberadaan ku baginya.
karena cinta dua sisi ini, selalu menyulitkan aku dengan mencuri lembaran lembaran udara dari dadaku.

Kenal atau Mengenali

Disebuah surau di kaki bukit tempat gejolak tawa air mata dan cerita,
sosok sosok bukan logika
wajah wajah bukan rasa
gerakan gerakan mencerminkan hati.

berpasang-pasang mata saling dihadapkan,
dengan tegas menatap, dengan lirikan, dengan bersembunyi hingga menghindar.

lalu apa yang terlihat?
apa yang kau lihat atas sosok wajah dan gerakan ku?
apa mungkin kesalahan besar saat aku menjadi sosok wajah dan bergerak dengan hati.

sudah saatnya menerima anugrah-anugrah yang diberikan Sang Pencipta,
ayo berbicara, mari tunjukan wajah yang sesungguhnya dan bergerak dengan yang seharusnya kau rasakan.
Aku tetaplah aku, jangan bersembunyi menghindar dan berlari.
Jangan buat aku bertanya kepada diriku sendiri "apakah kau mengenalku, bukan sekedar mengenali", karena hal yang tidak seharusnya.

Di masa, aku harus memilih akan pembatasan ruang dan waktu, di masa itu aku mengorbankan kepercayaan, pemikiran dan hati karena meng-inginkan hal yang naif, apa salah jika seorang manusia memiliki rasa dan pemikiran yang naif?

Apa kau mengenalku? salahkan rasa dan pemikiran naif ku? atau kau hanya mengenaliku?

Aku kejam sadis jahat tak punya perasaan, bagaimana dengan kau?

Kau marah sedih kesal atau kecewa? bagaimana dengan aku?

Dengan nada lirih aku bertanya, "apa kau mengenal ku?".

Sabtu, 30 Oktober 2010

Seutas senyuman

ini terasa membingungkan,
keringat yang mengalir deras untuk terciptanya sebuah senyuman meski hanya seutas,
ternyata telah tersapu oleh sebuah pemikiran yang singkat hingga menciptakan tanda tanya, tanda seru dan kalimat tak langsung yang ber-ekspresi.

Setelah kerasnya upaya, setelah diperasnya daya.
sekecil itu aku dan mereka di kediaman-kediaman kalian, kediaman dimana rasa berorientasi dan kediaman dimana kalkulasi berlalu lintas.
hahaha haha dan hahaha hahaha hahaha haha, aku hanya bisa tertawa heran.
Karena di
kediaman yang aku dan mereka miliki, terdapat tugu-tugu besar kalian dengan pahatan seni yang tak ternilai meskipun kalian selalu menundukan kepala untuk aku dan mereka.

Kecewa kah aku?
Tidak!.
Marah kah aku?
Tidak!.
Sedih kah aku?
Juga tidak!, aku hanya bingung dan aku ingin bertanya; Apakah salah saat aku dan mereka mencoba membuat kalian tersenyum, membuat kalian bahagia, membuat kalian bangga dengan berada disana untuk kalian?. Aku dan mereka tidak sedang bermain "si kaya dan si miskin" disana, tidak sedang bermain "mencari dan bersembunyi", tidak sedang bermain "Hom Pim Paa", tidak ada satupun permainan yang aku dan mereka mainkan.

Aku dan mereka hanya ingin melihat dan membuat seutas senyuman.
Dan hingga saat setiap baris dari kata serta kalimat ini aku tuangkan, aku tersenyum dengan tetap melihat lukisan indah senyum bahagia dan bangga kalian dikediaman yang telah dianugrahkan oleh Sang Pencipta dimana lukisan indah itu memiliki bingkai di dua tempat yaitu didalam rongga dada dan didalam kepala.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Bila Cinta Bicara

Tidak akan pernah lelah diri ini menunggumu hingga ujung usia ku.
Tidak akan pernah lelah diri ini berharap datangnya hari kau akan ada disisiku untuk seterusnya.

Meskipun kau tiada mengetahui bahwa hanya dirimu yang ku inginkan disini.
Meskipun kau tak akan pernah mengerti betapa besarnya cinta di dalam dada ini.

Bila Cinta Telah Bicara,
tak akan ada satu manusia pun yang mampu berbicara atau mencoba berlari untuk menghindarinya.

wahai kau yang ku Cintai, Biarkanlah aku tetap bermimpi dan berharap akan datangnya hari dimana aku akan memiliki cinta mu.

Maka, Dengarlah janji yang terucap dan tertulis antara hati dan Cinta.